Sejarah Desa Kalimati
Desa Kalimati sebenarnya tidak tercantum dalam catatan sejarah (bahkan di Tingkat Kabupaten sekalipun) karena Desa Kalimati dulunya hanya merupakan sebuah blok/cantilan dari Desa Cikeleng. Dan cerita dibawah ini adalah hasil dari keterangan narasumber, yang menurut beliau adalah keterangan dari para sesepuh yaitu sebagai berikut :
Alkisah menurut "saur Sepuh" Bapak Sajiman atau yang dikenal dengan julukan Bapak Kolot Jaga atau Jaga Kerti (Pensiunan Mandor Hutan) membuka lahan didaerah bantaran sungai sebelah timur Cikeleng. Untuk makan dan minum sementara Bapak Kolot Jaga bercocok tanam, sehingga lama kelamaan banyak orang dari daerah sekitar tertarik untuk datang dan bermukim di daerah bantaran sungai tersebut. Untuk selanjutnya mereka merasa kerasan tinggal di daerah bantaran sungai tersebut, lalu mereka mengangkat Bapak Kolot Jaga sebagai sesepuh atau orang yang dituakan di daerah tersebut. Sebagai orang yang dituakan, Bapak Kolot juga ternyata mempunyai kelebihan yaitu setiap kata-kata yang diucapkannya selalu terbukti (dalam bahasa sunda disebut matih) sehingga dinamakanlah daerah bantaran sungai tersebut dengan nama Kalimati (Kalimatnya Matih).
Setelah daerah bantaran sungai tersebut menjadi sebuah perkampungan, datanglah seorang pangeran dari daerah Galuh (Ciamis) bernama Pangeran Suralaksana, selanjutnya Pangeran Suralaksana bermukim di Kampung kalimati tersebut bersama Bapak Kolot Jaga. Akhirnya Pangeran Suralaksana menikah dengan Anak dari Bapak Kolot Jaga dan mempunyai keturunan yang diberi nama Pangeran Sutajaya. Sehingga bertambah banyaklah penduduk di kampung Kalimati tersebut. Selain dari Golongan Pangeran yang datang dan bermukim di kampung Kalimati tersebut, ada juga yang dari Golongan Ulama yaitu : IMAM ZAHID yang terkenal dengan nama EMBAH SARYA IMAM ZAHID yang berasal dari daerah Kediri BAPAK KYAI MUNARIP yang di terkenal dengan nama Bapak Kyai HUSEN yang berasal dari daerah Talaga (Majalengka) ΒΑΡΑΚ ΚΥΑΙ NAJAM yang terkenal dengan nama Bapak Kyai Harun Sepuh yang merupakan putra dari Bapak MUNARIP. HABIB HAMID BIN HASAN AL ATHOS yang merupakan cucu dari IMAM ZAHID yang datang dari kediri. Mereka tinggal dan menetap di kampung Kalimati sambil mengajarkan dan mengembangkan keahlian yang mereka miliki, Imam Zahid dan Bapak Kyai Najam mengembangkan keahlian mereka dalam bidang Agama, sehingga terbentuklah sebuah Musholla yang terkenal dengan sebutan Tajug Kulon, dan Masjid yang terkenal dulu dengan sebutan Tajug Gede. Di sebut Tajug Kulon di karenakan lokasinya berada di sebelah barat Desa. Di sebut Tajug Gede di karenakan bangunannya lebih besar dari Musholla yang ada. Setelah wafat Kyai Najam di Tajug Kulon diteruskan oleh salah satu menantunya yang bernama Kyai Maksudi yang terkenal dengan sebutan Pak Ustad, Dan di Masjid/Tajug Gede di teruskan oleh putra sulungnya yang bernama Kyai Harun. Adapun tempat Embah Imam Zahid berdiri sebuah Musholla yang di beri nama Musholla Patilasan Imam Zahid yang di bangun di sebelah timur bangunan makam Imam Zahid dan Habib Hamid Bin Hasan Al Athos.
Disamping mengajarkan dan mengembangkan keagamaan dan pendidikan, mereka juga turut andil membebaskan kampung Kalimati dari penjajahan Kolonial Belanda beserta para Tentara. Pada tahun 1977 Kampung Kalimati dimekarkan dari desa Cikeleng menjadi sebuah Desa bernama Desa Kalimati.